Selasa, 13 November 2018

SOSIALISASI

Peter Berger mengatakan bahwa hewan hanya hidup dengan naluri, namun manusia hidup dengan naluri dan berpikir. Karena manusia dapat berpikir, manusia dapat mentransferkan pengalaman dan pengetahuannya kepada orang lain atau generasi berikutnya. Manusia dapat menciptakan kebudayaan. Kehidupan ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama, politik, kebudayaan, dapat dipelajari oleh setiap  anggota baru melalui suatu proses yang disebut sosialisasi. Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai ”a process by which a child learns to be a participant member of society” (suatu proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seseorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat), (Horton, 1987). Melalui sosialisasi, masyarakat dimasukan ke dalam manusia. Yang dipelajari dalam sosialisasi adalah peranan-peranan  (roles). Oleh sebab itu teori sosialisasi, oleh sejumlah ahli sosiologi, disebut teori mengenai peran (role theory).

  1. Pemikiran Mead
Dalam bukunya mind, self and society (1972) George Herbert Mead menguraikan tahap pengembangan diri (self) manusia, terdiri dari tiga tahap: play, stage, game stage, dan generalized other. Anak yang baru lahir belum mempunyai diri (self).
Pada tahap play stage, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran orang tuanya atau peran orang dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi. Kita sering melihat anak kecil yang bermain berperan sebagai ayah, menggendong atau memasak seperti ibu, berperan sebagai kakak, nenek, polisi, menyuntik atau memeriksa kesehatan temannya, dll., namun mereka sendiri tidak memahami mengapa peran itu dilakukan.
Pada tahap game stage, seorang anak sudah mengetahui peranan yang harus dijalankannya dan juga mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Misalnya, seorang anak berperan sebagai penjaga gawang dalam permainan sepak bola, maka ia sudah mengetahui perannya menjaga agar bola jangan masuk dan mengetahui peran wasit, teman-teman bermain dan lawannya.
Pada tahap generalized other, seseorang telah mampu berinteraksi dengan orang lain di dalam masyarakat karena telah memahami perannya sendiri dan peran orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Pada tahap ini seseorang disebut telah mempunyai diri (self). Orang-orang penting yang ditiru oleh anak dalam proses sosialisasi, oleh Mead, disebut significant other. Jadi diri (self) seorang terbentuk, menurut pendapat Mead, melalui interaksi dengan orang lain.

  1. Pemikiran Cooley
Charles H. Cooley menekankan pada peranan interaksi dalam proses sosialisasi. Menurut Cooley, konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain, yang oleh Cooley diberi nama looking-glass self. Nama ini diberikan Cooley melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin. Kalau cermin memantulkan apa yang terdapat di depannya, maka menurutnya diri seseorang pun memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya. (Jhonson, (1986)
Looking glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya. Tahap kedua, seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya. Tahap ketiga, seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakan sebagai penilaian orang lain terhadapnya.  Contoh, seorang mahasiswa yang mendapatkan nilai rendah (D dan E) dalam satu mata kuliah, ia merasa bahwa dosen di jurusannya menganggapnya bodoh. Karena perasaan ini, maka ia merasa kurang dihargai para dosennya. Karena merasa kurang dihargai maka ia menjadi murung. Disini perasaan mengenai penilaian orang lain terhadap dirinya menentukan penilaiannya terhadap diri sendiri.

  1. Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi adalah aktor yang melaksanakan sosialisasi. Fuller dan Jacob (1973) mengemukakan lima agen sosialisasi yaitu: keluarga (ayah, ibu, kakek, nenek, kakak, dll), kelompok bermain (teman sebaya), media massa (media cetak, elektronik), sistem pendidikan (sekolah) dan masyarakat. (Narwoko, 2004)

  1. Sosialisasi Sekunder dan Sosialisasi Primer
Sosialisasi adalah suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia, sering disebut dengan Learning Process. Sosialisasi terbagi dua: sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer adalah Sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, melalui mana dia menjadi anggota masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya.
Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering ditemui adalah proses rasionalisasi yang didahului oleh proses desosialisasi. Dalam proses desosialisasi seseorang mengalami “pencabutan” diri, sedangkan proses resosialisasi dimana seseorang diberi “suatu” kepada diri yang baru. Kedua proses ini oleh Goffman, sering dikaitkan dengan institusi total yaitu suatu tempat tinggal dan bekerja yang di dalamnya sejumlah individu dalam situasi sama, terputus dari masyarakat yang lebih luas untuk satu jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung yang diatur secara formal. Contoh: penjara, rumah sakit jiwa, pendidikan militer, dll. (Campbell, 1994).

  1. Pola-Pola Sosialisasi
Pertama, sosialisasi dengan cara represi, yaitu sosialisasi dengan cara menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Cara lain melalui penekanan pemberian materi, penekanan pada kepatuhan anak terhadap orang tua, penekanan pada komunikasi satu arah yang berisi perintah dan peranan keluarga sebagai significant other. Kedua, sosialisasi dengan cara partisipasi, yaitu anak diberi imbalan apabila berkelakuan baik, hukum dan imbalan bersifat simbolis, anak diberi kebebasan, penekanan diberikan pada interaksi, komunikasi bersifat lisan, anak menjadi pusat sosialisasi, kebutuhan anak dianggap penting dan keluarga menjadi generalized other.
Adapun ciri - ciri sosialisasi represif di antaranya sebagai berikut.
  • 1.      Menghukum perilaku yang keliru.
  • 2.      Adanya hukuman dan imbalan materiil.
  • 3.      Kepatuhan anak kepada orang tua
  • 4.      Perintah sebagai komunikasi.
  • 5.      Komunikasi nonverbal atau komunikasi satu arah yang berasal dari orang tua.
  • 6.      Sosialisasi berpusat pada orang tua.
  • 7.      Anak memerhatikan harapan orang tua.
  • 8.      Dalam keluarga biasanya didominasi orang tua.


Ciri - ciri Sosialisasi Partisipatirisantara lain sebagai berikut.
  • 1.      Memberikan imbalan bagi perilaku baik.
  • 2.      Hukuman dan imbalan bersifat simbolis.
  • 3.      Otonomi anak.
  • 4.      Interaksi sebagai komunikasi.
  • 5.      Komunikasi verbal atau komunikasi dua arah, baik dari anak maupun dari orang tua.
  • 6.      Sosialisasi berpusat pada anak.
  • 7.      Orang tua memerhatikan keinginan anak.
  • Dalam keluarga biasanya mempunyai tujuan yang sama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar