PROSES
SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL
Pengetahuan tentang proses-proses sosial memungkinkan
seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis/gerak
masyarakat dan segi yang statis/ struktur masyarakat. Dewasa ini, para sosiolog memperhatikan kedua segi
masyarakat itu, yaitu segi statisnya atau struktur masyarakat serta segi
dinamis atau fungsinya masyarakat. Terdapat aspek-aspek struktural dan
prosesual.
Interaksi sosial
adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial,
tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara
badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok
sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang
perorangan atau kelompok-kelom-pok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan
seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, penikahan
dan lain sebagainya. Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah dasar
proses sosial, pengertian yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang
dinamis.
A. Interaksi Sosial
Sebagai Faktor Utama Dalam Kehidupan Sosial.
Bentuk
umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses
sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi
sosial adalah : Pola hubungan saling pengaruh mempegaruhi antara individu
dengan individu, indivudu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dan
kelompok dengan masyarakat. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana
simbol diartikan sebagai sesuatu nilai yang maknanya diberikan kepadanya oleh
mereka yang menggunakannya.
Berlangsungnya
suatu proses interaksi oleh Soerjono Soekanto (1974) didasarkan pada pelbagai
faktor, antara lain, Faktor Imitasi, Sugesti, Identifikasi dan Simpati:
Ø Faktor imitasi, dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, hal-hal yang negatifpun bisa terjadi
di dalam prosesnya.
Ø Faktor Sugesti, berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau
sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
proses sugesti terjadi apabila orang yang memberikan pandangan adalah orang
yang berwibawa atau mungkin karena sifatnya yang otoriter.
Ø Faktor Identifikasi,
sebenarnya merupakan
kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk
menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada
imitasi, oleh karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses
ini. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak
sadar), maupun dengan disengaja oleh karena seringkali seseorang memerlukan
tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
Ø
Faktor Simpati, sebenarnya merupakan suatu
proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini
perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada
simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama
dengannya. Proses simpati akan dapat berkembang di dalam suatu keadaan di mana
faktor saling mengerti. Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor
minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosiai.
B.
Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Kingsley Davis, Suatu
interaksi sosiai akan terjadi apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Adanya kontak
sosiai (social-contact),
2. Adanya
komunikasi. (Soekanto, 1982)
Kata kontak berasal dari bahasa Latin CON atau CUM (yang
artinya bersarna-sama) dan TANGO
(yang artinya menyentuh), jadi secara etimologis adalah bersama-sama menyentuh.
Secara fisik, kontak baru terjadi apabila
terjadi hubungan badaniah, sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu
hubungan badaniah, oleh karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak
lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak
lain, berkedik mata, orang-orang dapat berhubungan satu dengan lainnya melalui
telepon, telegrap, radio, surat
dan seterusnya, yang tidak memerlukan suatu hubungan badaniah
Arti terpenting komunikasi
ialah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang
berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan yang
ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian
memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain
tersebut.
C. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk
interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation) persaingan (competition)
dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict).
Gillin dan Gillin
mengemukakan ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya
interaksi sosial, yaitu:
1. Proses yang asosiatif (processes of association)
yakni: a. akomodasi, b. asimilasi dan
akulturasi.
2. Proses yang disosiatif (processes of
dissociation) yang mencakup : a. Persaingan, b. Persaingan (kontravensi), c. pertikaian/pertentangan (conflict).
Sistematika yang
lain pernah pula dikemukakan oleh Kimball Young, bentuk-bentuk proses sosial
adalah: 1). Oposisi (mencakup
persaingan/competition dan pertentangan atau pertikaian/conflict), 2). Kerjasama/co-operation
yang menghasilkan akomodasi, 3). Diferensiasi/differentiation (merupakan suatu
proses di mana seseorang memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
berbeda dengan orang lain dalam masyarakat atas dasar perbedaan usia, seks dan
pekerjaan. Diferensiasi tersebut menghasilkan sistern berlapis-lapisan dalam
masyarakat, (Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964)
1. Proses-proses
yang Asosiatif.
Proses sosial itu
dapat disebut asosiatif karena adanya unsur “gerak pendekatan atau penyatuan”
a.
Kerja sama (Cooperation)
Kerja sama
menggambarkan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama timbul apabila
orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan
pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap
diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan
adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan
fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna".
Dalam teori-teori
sosiologi akan dapat dijumpai beberapa bentuk kerja sama yaitu; kerja sama
spontan (spontaneous cooperation), kerja sama langsung (directed cooperation),
kerja sama kontrak (contractual cooperation) dan kerja sama tradisional
(traditional cooperation). Yang pertama adalah kerja sama yang serta-merta,
yang kedua meru-pakan hasil dari perintah atasan atau penguasa, yang ketiga
merupakan kerja sama atas dasar tertentu, dan yang keempat merupakan bentuk
kerja sama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Dilihat dari pelaksanaannya maka kerja sama terdapat lima bentuk yakni :
i. Kerukunan yang
mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
ii. Bargaining,
yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa
antara dua organisasi atau lebih.
iii. Ko-optasi
(Co-optation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam
kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai
salah-satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas
organisasi yang bersangkutan.
iv. Koalisi (Coalition), yakni kombinasi antara dua
organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama.
v. Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam
pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya, pemboran minyak, pertambangan
batu-bara, perfilman, perhotelan, dan seterusnya.
b. Akomodasi
(Accomodation)
Istilah akomodasi
dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk
menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti
adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan
atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norrna sosial dan
nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Sebagai suatu
proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu
pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin akomodasi adalah konsep
yang artinya sama dengan pengertian adaptasi (adaptation). Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan
kepribadiannya.
Tujuan akomodasi dapat
berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
i) Untuk mengurangi pertentangan
antara orang perorangan.
ii) Mencegah meledaknya suatu
pertentangan untuk sementara waktu
iii) Untuk mernungkinkan terjadinya
kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai
akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai
pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta;
iv) Mengusahakan peleburan antara
kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya, lewat perkawinan campuran
atau asimilasi dalam arti luas.
Ø Bentuk-Bentuk
Akomodasi
Akomodasi sebagai suatu proses
mempunyai beberapa bentuk, yaitu:
1. Coercion,
adalah proses dilaksanakan oleh karena adanya paksaan (ex. Perbudakan)
2. Compromise, proses dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
3. Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromi, apabila
pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan
diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak yang
berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan.
4. Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah
pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga
tersebut tugas utamanya mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan
pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka, tak mempunyai wewenang untuk
memberi keputusan-keputusan.
5. Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan
keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu
persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan
membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan
asimilasi.
6.
Toleration, juga sering dinamakan
tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan
yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan
tanpa direncanakan, hal mana disebabkan karena adanya watak individu atau
kelompok-kelompok manusia untuk menghindarkan diri dari suatu perselisihan.
7.
Stalemate, dimana pihak-pihak yang
bertentangan mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik
tertentu dalam melakukan pertentangannya. Contoh antara Amerika Serikat dengan
Soviet Rusia di bidang nuklir.
8. Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di
pengadilan.
c. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi
merupakan proses sosial ditandai dengan adanya peleburan kebudayaan sehingga
pihak-pihak yang tengah berasimilasi akan merasakan adanya kebudayaan tunggal
sebagai milik bersama atau dengan kata lain merupakan usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Proses asimilasi terjadi bila :
- Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.
- Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling
bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama, sehingga
- Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia
tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Faktor-faktor
yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain adalah:
Ø
Toleransi.
Ø
Kesempatan-kesempatan
yang seimbang di bidang ekonomi.
Ø
Sikap menghargai orang
asing dan kebudayaannya,
Ø Sikap terbuka dari golongan
yang berkuasa dalam masyarakat.
Ø Persamaan dalam unsur-unsur
kebudayaan.
Ø
Perkawinan campuran
(amalgamation).
Ø
Adanya musuh bersama dari luar.
Sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung oleh masyarakat
yang lain dimana masing-masing mengakui kelemahannya, kelebihannya akan
mendekatkan masyarakat yang menjadi pendukung kebudayaan-kebudayaan tersebut.
Apabila ada prasangka, maka hal demikian akan jadi penghambat bagi
berlangsung-nya proses asimilasi.
Faktor-faktor
umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah antara lain:
Ø Terisolasi kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (biasa-nya golongan
minoritas). Suatu contoh adalah orang-orang Indian di Amerika Serikat yang
diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu (disebut reservation).
Ø Kurangnya pengetahuan mengenai
kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu.
Ø Perasaan takut terhadap
kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
Ø Perasaan superior, bahwa suatu
kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan
golongan atau keiompok lainnya.
Ø Perbedaan ciri-ciri badaniah
dapat pula menjadi salah-satu penghalang terjadinya asimilasi.
Ø
In-group feeling pada
kebudayaan masing-masing, menjadi penghalang berlang-sungnya asimilasi.
Ø
Perbedaan kepentingan
dan pertentangan pribadi, kelompok.
2.
Proses-proses yang
Disosiatif.
Sebagaimana halnya
dengan proses asosiatif, proses sosial yang bersifat disosiatif pun dapat
selalu ditemukan pada setiap masyarakat, bentuk dan coraknya pun bervariasi
tergantung dari keadaan budaya masyarakat setempat. Persoalan yang muncul
apakah masyarakat lebih menyukai proses yang asosiatif atau yang disosiatif.
Proses yang disosiatif akan diuraikan sebagai berikut :
a. Persaingan
(competition).
Persaingan atau
competition diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau
kelompok-kelompok manusia bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang
kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik
perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik
tanpa mernpergunakan ancaman atau kekerasan.
Persaingan akan
menimbulkan perubahan-perubahan sosial yang cepat. Pada saat industri melakukan
otomotisasi atau komputerisasi, misalnya, terlihat bahwa yang paling tertinggal
adalah masyarakat beserta segala pranata sosialnya: lembaga-lernbaga
kernasyarakatan, pola hubungan keluarga, sistem nilai, sistem norma dan
seterusnya.
b. Kontravensi
(Contravention)
Kontravensi
berasal dari kata latin, conta dan venire yang berarti mengahalangi atau
menantang. Dalam kontravensi terkandung usaha untuk merintangi pihak lain dalam
pencapaian tujuan. Kontravensi terutama ditandai dengan perasaan tidak suka
yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian
seseorang.
Dalam bentuknya
yang murni, kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap
orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu.
Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak
sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, kontravensi berarti proses persaingan dan pertikaian yang
ditandai oleh gejala ketidakpastian mengenai pribadi seseorang dan perasaan
tidak suka yang disembunyikan terhadap kepribadian seseorang.
Contravention atau
kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan
dengan konflik. Kontravensi ditandai dengan gejala-gejala adanya ketidakpastian
mengenai diri seseorang atau suatu rencana, perasaan tidak suka yang
disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.
Kontravensi dapat tertuju pada suatu pandangan, pikiran, keyakinan, atau
rencana yang dikemukakan oleh seseorang atau kelompok lain.
Proses kontravensi
menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker mencakup lima subproses sebagai
berikut.
1)
Proses yang umum dari
kontravensi meliputi perbuatanperbuatan seperti penolakan, keengganan,
perlawanan, menghalang-halangi protes, kekerasan, dan perbuatan mengacaukan
rencana pihak lain.
2)
Bentuk-bentuk kontravensi yang
sederhana, seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki orang
lain, mencerca, memfitnah, atau melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain.
3)
Bentuk-bentuk kontravensi
intensif yang mencakup penghasutan, menyebar desas-desus, atau mengecewakan
pihak lain.
4)
Kontravensi yang bersifat
rahasia, seperti menyebarkan rahasia orang lain dan berkhianat.
5)
Kontravensi yang bersifat
taktis misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain.
c. Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)
Konflik adalah
suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau
kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Secara ekstrim sampai
pada taraf pembinasaan eksistensi seseorang atau kelompok lain yang dipandang
sebagai lawan.
Perasaan memegang
peranan penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan, sehingga masing-masing
pihak berusaha untuk saling menghancurkan.
Sebab-musabab atau akar-akar dari pertentangan antara lain adalah :
1.
Perbedaan antara
individu-individu.
2.
Perbedaan kebudayaan.
3.
Perbedaan kepentingan.
4.
Perubahan sosial.
Walaupun
pertentangan merupakan suatu proses disosiatif yang agak tajam, akan tetapi
pertentangan sebagai salah satu bentuk proses sosial juga mempunyai fungsi
positif bagi masyarakat.
Pertentangan
mempunyai beberapa bentuk khusus, antara lain:
a)
Pertentangan pribadi.
b) Pertentangan rasial. c) Pertentangan antara kelas-kelas sosial. d)
Pertentangan politik. e) Pertentangan yang bersifat internasional.
D. Interaksionis Simbolik
Teori
interaksi simbolik adalah hubungan antara simbol dan interaksi. Menurut Mead,
orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi
tertentu.
Sedangkan simbol adalah representasi dari
sebuah fenomena, dimana simbol sebelumnya sudah disepakati bersama dalam sebuah
kelompok dan digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan makna bersama.
Simbol
dibedakan menjadi dua, yakni:
·
Simbol verbal (penggunaan
kata-kata atau bahasa, contohnya kata ‘motor’ itu merepresentasikan tentang
sebuah kendaraan beroda 2).
·
Simbol nonverbal (lebih
menekankan pada bahasa tubuh atau bahasa isyarat) contoh: lambaian tangan,
anggukan kepala, gelengan kepala. Semua itu tadi mempunyai makna
sendiri-sendiri yang dapat dipahami oleh individu-individu.
Untuk mempelajari
interaksi sosial digunakan pendekatan interactionist perspective (Douglas,) dan
symbolic interaction (Mead). (Ritzer, 2004) Interaksionisme mengacu pada
interaksi sosial, dan kata simbolis mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam
interaksi. Menurut Leslie White,
simbol adalah a thing the value or meaning of which is bestowed upon by those
who use it (White, 1968). Simbol adalah
sesuatu yang nilai atau makannya diberikan kepadanya oleh mereka yang
mempergunakannya. Menurut White, makna
suatu simbol hanya dapat berarti berani, dapat berarti kaum komunis (kaum
merah), dapat berarti tempat pelacuran (daerah lampu merah). Warna putih dapat berarti
suci, dapat berarti menyerah, dapat berarti berkabung (pada orang Tionghoa).
Makna-makna tersebut tidak dapat ditangkap dengan pancaindera dan tidak ada
kaitannya dengan sifat-sifat yang secara intrinsik terdapat pada warna.
Demikian juga dengan sapi di India dianggap suci, patung atau hewan dianggap
suci, tergantung pada makna yang diberikan oleh pihak yang menggunakannya.
Herbert Blumer, berusaha
menjabarkan pemikiran Mead, mengatakan bahwa interaksionisme simbolis ada tiga,
yaitu : manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna
(meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Dengan demikian tindakan
(act) seorang penganut agama Hindu di India terhadap seekor sapi (thing) akan
berbeda dengan tindakan seseorang penganut agama Islam di Pakistan, karena
masing-masing orang tersebut mempunyai makna (meaning) yang berbeda. Blumer
juga mengemukakan bahwa makna berasal atau muncul dari interaksi sosial antara
seseorang dengan sesamanya. Makna diperlukan atau diubah melalui suatu proses
penafsiran (interpretative process) yang digunakan orang dalam menghadapi
sesuatu yang dijumpainya.
Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes mengatakan bahwa interaksi simbolik
adalah sebuah kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia bersama
dengan orang lainnya menciptakan dunia simbolik dan bagaimana dunia ini,
sebaliknya membentuk perilaku manusia. (Narwoko, 2004)